Menurut jenisnya Ikan Lele yang ada dan dibudidayakan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ikan Lele Sangkuriang
Ikan lele sangkuriang resmi dilepas oleh Departemen Kelautan
dan Perikanan pada tahun 2004. Penelitian ikan lele sangkuriang dilakukan
oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPAT) Sukabumi
sejak tahun 2002. Penelitian ini berawal dari kekhawatiran para peternak dengan
menurunnya kualitas lele dumbo yang beredar di masyarakat. Penurunan disebabkan
oleh kesalahan dalam menghasilkan benih dan penyilangan yang terjadi secara
terus menerus. Hingga akhirnya diupayakan untuk mengembalikan sifat-sifat
unggulnya dengan cara persilangan balik (back cross).
Ikan lele sangkuriang dihasilkan dari indukan betina lele
dumbo generasi ke-2 atau F2 dan lele dumbo jantan F6. Induk betina merupakan
koleksi BBPAT, keturunan F2 dari lele dumbo yang pertama kali didatangkan pada
tahun 1985. Sedangkan indukan jantan merupakan keturunan F6 dari keturunan
induk betina F2 itu. Penamaan Sangkuriang diambil dari cerita rakyat Jawa Barat
tentang seorang anak yang bernama Sangkuriang yang mengawini ibunya sendiri.
Sama seperti yang dilakukan BBPAT yang mengawinkan lele jantan F6 dengan
induknya sendiri lele betina F2.
Dari hasil perkawinan ini ternyata didapatkan sifat-sifat
unggul seperti kemampuan bertelur hingga 40.000-60.000 butir per sekali
pemijahan. Jauh berbeda dengan kemampuan bertelur lele lokal yang berkisar
1.000-4.000 butir. Lele Sangkuriang juga lebih tahan terhadap penyakit, dapat
dipelihara di air minim, dan kualitas daging yang lebih baik.
Hanya saja kelemahannya, peternak tidak bisa membenihkan
lele Sangkuriang dari induk lele Sangkuriang. Apabila ikan lele Sangkuriang
dibenihkan lagi, kualitasnya akan turun. Jadi pembenihan lele Sangkuriang harus
dilakukan dengan persilangan balik.
Saat ini BBPAT sedang menggodok varian baru lele
Sangkuriang, yaitu ikan lele Sangkuriang II. Jenis ini merupakan perbaikan dari
Sangkuriang I. Ikan lele ini persilangan antara indukan jantan F6 Sangkuriang I
dengan indukan betina F2 lele dari Afrika. Indukan lele Afrika dipilih karena
ukurannya yang besar, bisa sampai 7 kilogram. Hal ini dipandang bisa
memperbaiki sifat genetis lele Sangkuriang. Berdasarkan pemulianya, yaitu
BBPAT, ikan lele Sangkuriang II pertumbuhannya lebih besar 10 persen ketimbang
Sangkuriang dan bobotnya pun lebih bongsor.
Ikan lele sangkuriang II belum dilepas secara bebas. Pihak
BBPAT masih melakukan uji multilokasi di daerah Bogor (Jawa Barat), Gunung
Kidul (Yogyakarta), Kepanjen (Jawa Timur) dan Boyolali (Jawa
Tengah). Daerah tersebut memang dikenal sebagai sentra-sentra produksi lele
nasional.
2. Ikan lele phyton
Berbeda dengan varietas unggul
lainnya yang biasanya ditemukan oleh para peneliti, ikan lele phyton ditemukan
oleh para peternak lele di Kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 2004. Ikan
lele phyton merupakan hasil dari silangan induk lele eks Thailand F2 dengan
induk lele lokal. Sayangnya tidak diketahui apa spesies dari indukannya dan
dari generasi keberapa indukan ikan lele lokalnya berasal. Menurut para
penemunya, indukan didapat dari lele lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat
setempat secara turun temurun. Tapi berdasarkan beberapa literatur, lele phyton
berasal dari induk betina lele eks Thailand F2 dengan induk jantan lele dumbo
F6.
Ikan lele phyton mempunyai
ketahanan terhadap cuaca dingin, tingkat kelangsungan hidup (survival rate)
lebih dari 90%. Sementara itu, FCR mencapai 1, artinya satu kilogram pakan
menjadi satu kilogram daging dihitung mulai benih ditebar sampai panen dengan
siklus pemeliharaan selama 50 hari.
Pada awalnya proyek Ikan lele
phyton ini dilakukan untuk menjawab keluhan para peternak lele di Desa
Banyumundu, Kabupaten Pandeglang. Mereka sering mengalami kerugian karena
tingkat mortalitas yang tinggi dari benih lele yang dibeli dipasaran, seperti
lele dumbo. Benih lele tersebut rupanya tidak cocok dibudidayakan di Desa
Banyumundu yang beriklim dingin, pada malam hari berkisar 17 derajat celcius.
Dengan metode try and error selama lebih dari 2 tahun akhirnya mereka
menemukan varietas lele yang kemudian dinamakan Ikan lele phyton. Kualitas lele
phyton ini juga diakui oleh Dinas Perikanan Budidaya Provinsi Banten.
Ikan lele dumbo pertama kali didatangkan ke Indonesia dari
Taiwan pada tahun 1985. Ikan ini menjadi favorit dikalangan peternak karena
pertumbuhannya yang cepat dan badannya yang bongsor dibandingkan dengan lele
lokal. Sebagai perbandingan, lele dumbo berumur 2 bulan besar badannya bisa dua
kali lipat dibanding lele lokal berumur satu tahun.
Menurut keterangan eksportirnya, lele dumbo merupakan hasil
perkawinan antara Ikan lele asal Taiwan Clarias Fuscus dengan ikan
lele asal Afrika Clarias Mosambicus. Namun keterangan lain menyebutkan
lele dumbo lebih mirip dengan Clarius Gariepinus yang hidup di
perairan Kenya, Afrika. Banyak literatur yang menggolongkan lele dumbo kedalam
jenis yang kedua, termasuk artikel ini. Untuk pastinya, perlu penelaahan lebih
lanjut dalam mengungkap asal-usul lele dumbo.
Dari sisi fisik, ikan lele dumbo bisa dibedakan dengan lele
lokal dari warnanya yang hitam kehijauan. Lele dumbo juga akan bereaksi ketika
terkejut atau stres, kulitnya berubah menjadi bercak-bercak hitam atau putih
dan kemudian akan berangsur-angsur kembali ke warna awal. Lele dumbo memiliki
patil seperti lele lokal, namun patilnya tidak mengeluarkan racun. Lele dumbo
juga cocok dipelihara di kolam tanah karena tidak mempunyai kebiasaan membuat
lubang. Secara umum, lele dumbo bisa tumbuh lebih cepat, lebih besar dan lebih
tahan terhadap penyakit dibanding lele lokal. Namun dari sisi rasa, daging lele
dumbo lebih lebih lembek. Sebagian orang menganggap daging ikan lele lokal
lebih enak rasanya dibanding lele dumbo.
Ikan lele lokal memiliki nama latin Clarias Batrachus,
merupakan jenis lele yang dikenal luas di masyarakat. Sebelum lele dumbo
diperkenalkan di Indonesia, para peternak biasa membudidayakan ikan lele jenis
ini. Namun saat ini sangat jarang peternak yang membudidayakan jenis lele lokal
karena dipandang kurang menguntungkan. Lele lokal memiliki Food Convertion
Ratio (FCR) yang tinggi, artinya rasio pakan yang diberikan terhadap berat
daging yang dihasilkan tinggi. Perlu lebih dari satu kilogram pakan untuk
menghasilkan satu kilogram daging dalam satu siklus budidaya. Selain itu,
pertumbuhan lele lokal terbilang sangat lambat. Lele lokal yang berumur satu
tahun masih kalah besar dengan lele dumbo berumur 2 bulan!
Terdapat tiga jenis lele lokal yang ada di Indonesia, yaitu
lele hitam, lele putih atau belang putih dan lele merah. Diantara ketiga jenis
lele itu, lele hitam paling banyak dibudidayakan untuk konsumsi. Sedangkan lele
putih dan merah lebih banyak dibudidayakan sebagai ikan hias. Lele lokal
memiliki patil yang tajam dan berbisa, terutama pada lele muda. Apabila
menyengat, racun yang terdapat pada patil bisa membunuh mangsanya dan bagi
manusia bisa membuat bengkak dan demam.